LBH KP Ronggolawe Desak Polisi Tangkap Putra Kiai Pelaku Persetubuhan Anak
SuaraBanyuurip.com - Paijan Sukma Dikrama
Tuban - LBH KP Ronggolawe
meminta jajaran Polres Tuban segera menangkap anak kiai pimpinan ponpes di
wilayah Plumpang, Kabupaten Tuban, Jatim pelaku tindak kekerasan seksual
terhadap anak. Terlebih akibatnya kini korban yang masih berusia 14 tahun
melahirkan bayi dari perbuatannya.
"Melihat
situasi seperti ini, Pemkab beserta Polres Tuban harus melakukan tindakan cepat
dan tanggap, untuk memberikan perlindungan bagi korban," tegas Direktur
LBH KP Ronggolawe Tuban, Nunuk Fauziah, kepada SuaraBanyuurip.com, Sabtu
(22/07/2022).
Melihat
esensi masalah yang demikian krusial tersebut, Nunuk yang kala itu didampingi
Ketua Pelaksana LBH KP Ronggolawe Tsuwarti menambahkan, sebaiknya Pemkab dan
Polres mengerahkan semua perangkatnya tanpa harus menunggu kasus di daerah
berstatus Kabupaten Layak Anak itu viral di-blow up media. Jangan sampai
terjadi di Tuban, proses penanganan dan penangkapan pelaku kekerasan seksual
seperti di Jombang, Banyuwangi, dan Malang yang begitu dramatis.
Di tiga
wilayah tersebut, pelaku tidak kooperatif, membikin gaduh ketika akan ditangkap. Mereka juga
tidak menghormati, dan tak mentaati keputusan institusi Polri.
"Kami
sangat memohon supaya Negara hadir dalam mengimplementasikan mandat
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual
(TPKS), dan menggerakkan sistem kordinasi yang baik atas keberadaan lembaga
Negara di setiap kabupaten/kota," ujar Nunuk Fauziah.
Perempuan
aktivis itu menduga, kasus kekerasan terhadap anak dengan pelaku anak kiai di
Plumpang itu tak hanya menimpa satu korban. Oleh karena itu, gerak cepat aparat
sangat dibutuhkan.
Tragedi
yang menimpa anak perempuan di Plumpang itu, menambah deretan panjang kasus
kekerasan terhadap anak di Jatim. Pada tahun 2020 tercatat ada 162 kasus, kemudian meningkat
pada tahun 2021 dengan jumlah 363 kasus. Sementara di paruh pertama tahun 2022,
terdapat 126 kasus.
"Informasi
kejadian Plumpang ini merupakan kabar duka, bagi anak-anak di tanah air disaat
merayakan Hari Anak Nasional tahun 2022," kata Nunuk seraya menambahkan,
jejaring lembaganya saat ini memberi pendampingan terhadap korban kekerasan
anak di wilayah Kota Batu, Blitar, Banyuwangi, Jombang, Lamongan, Jember, dan
Tuban.
"Kami
mensinyalir anak-anak di kabupaten atau kota lain masih banyak yang bernasib
sama," tambah Tsuwarti.
Sedangkan
temuan dari rangkaian advokasi LBH KP Ronggolawe terhadap keluarga korban di
Plumpang menyebut, pihak keluarga bersedia kasus persetubuhan diselesaikan
secara kekeluargaan. Apalagi dijanjikan pelaku akan menikahi korban, setelah
melahirkan anak dari perbuatan yang dilakukannya.
Mereka
tak mempertimbangkan dampak psikis yang bakal dialami korban, jika hidup
serumah dengan pelaku kekerasan terhadapnya. Sisi inilah perlunya adanya
lembaga pendamping kepada korban dan keluarganya agar mendapatkan pendampingan
berkelanjutan, konseling, hingga paralegal untuk menangani perkaranya secara
hukum.
Menurut
Nunuk Fauziah, dalam situasi apapun menikahkan korban dengan terduga pelaku
bukanlah solusi dan pilihan yang baik. Meskipun menurut keluarga korban agar
permasalahan cepat selesai, menutup aib, dan pelaku bertanggung jawab.
"Kita juga harus melihat bagaimana kondisi psikis korban, apa yang dirasakan korban, apa yang diinginkan korban, dan apa yang dibutuhkan pada saat kasus kekerasan seksual dialami anak-anak."
Nunuk Fauziah.
Jika
perspektif keluarga korban tidak segera diluruskan demi kepentingan terbaik
untuk anak, maka korban menikah dengan seorang pelaku kekerasan. Dalam situasi
seperti itu bisa dibayangkan hidup serumah dengan pelaku kekerasan seksual.
"Pastinya
korban mengalami tekanan psikologis yang sangat berat, dan berada dalam relasi
kuasa yang timpang antara korban dan pelaku," ujar Nunuk.
"Belum
lagi jika pelaku dari kultur pesantren yang masih memegang kuat budaya
patriarki, kontruksi pikirannya
menganggap perempuan tak lebih dari konco wingking."
Menurut
Nunuk, yang sangat membahayakan adalah perspektif masyarakat secara umum jika
kekerasan seksual diselesaikan secara kekeluargaan. Publik akan mengganggap
bahwa kasus menghamili anak tidak
mendapatkan sanksi hukum berat. Bisa diselesaikan secara kekeluargaan, dan
pelakunya terbebas dari jeratan hukum.
Kabar
tentang terjadinya kasus kekerasan seksual terhadap anak oleh anak kiai di
Plumpang, sebenarnya telah diketahui oleh jajaran Polres Tuban. Saat ini, ujar
Kasat Reskrim Polres Tuban AKP M Gunantha saat dikonfirmasi wartawan, penyidik
dari satuannya telah melakukan penyelidikan. (psd)
https://www.suarabanyuurip.com/headline/read/464993/lbh-kp-ronggolawe-desak-polisi-tangkap-putra-kiai-pelaku-persetubuhan-anak
Komentar
Posting Komentar