Sikap KPR Terhadap Anak Kelas 5 SD yang Tak Bisa Pindah Sekolah
blokTuban.com - Kabar adanya anak kelas 5 SD yang tidak bisa
pindah sekolah mendapat sorotan serius dari Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR)
di Kabupaten Tuban. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konsen terhadap isu
kekerasan anak dan perempuan menduga kasus yang dialami SP (15) adalah fakta
seperti gunung es.
"Hal ini sama pula dengan kasus-kasus kekerasan yang
dialami anak seperti kasus kekerasan seksual," ucap Ketua KPR Tuban, Warti
kepada blokTuban.com, Sabtu (31/10/2020).
Untuk itu, Warti meminta pemerintah perlu melakukan evaluasi
dan memastikan mengimplementasikan beberapa PERDA antara lain PERDA Nomor 3
tahun 2018 perubahan PERDA Nomor 13 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan
Pendidikan, PERDA Nomor 9 Tahun 2013 Tentang Perlindungan Perempuan dan Anak
Korban Kekerasan. Perbup Nomor 53 Tahun 2016 tentang Uraian tugas, fungsi dan
tata kerja dinas sosial, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak Kabupaten
Tuban dan SK terkait.
Jangan sampai predikat KLA penghargaan sebagai kabupaten
dengan jumlah SRA terbanyak tahun 2019 tingkat Nasonal hanya sebagai legitimasi
kepentingan politik.
Sekolah Ramah Anak adalah sekolah yang secara sadar berupaya
menjamin dan memenuhi hak-hak anak dalam setiap aspek kehidupan secara
terencana dan bertanggung jawab. Prinsip utamanya adalah non diskriminasi
terhadap anak.
Kabupaten Tuban memiliki predikat Kota Layak Anak (KLA) yang
diserahkan oleh Menteri PP-PA, Yohana Yembise kepada Bupati Tuban H. Fathul
Huda bertepatan dengan peringatan Hari Anak Nasional 2019. dan SRA Sekolah
Ramah Anak dianugerahi penghargaan sebagai kabupaten dengan jumlah SRA
terbanyak 2019 se-Indonesia.
Dengan rincian jenjang Pendidikan Anak Usia Dini (KB dan TK)
sebanyak 1.161 Sekolah, Jenjang Sekolah Dasar (SD) sebanyak 580 Sekolah dan
jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebanyak 92 Sekolah.
"Namun faktanya selalu saja menunjukkan adanya
perlakukan diskriminasi bahkan kekerasan terhadap anak. Mengeluarkan dari
lingkup pendidikan tanpa memberikan rapor adalah perlakukan diskriminasi dan
pelanggaran HAM terhadap anak apalagi yang dikeluarkan anak yang diduga
berkebutuhan khusus," imbuhnya.
Situasi tersebut harusnya menjadi tamparan bagi kepala Dinas
Pendidikan dan Bupati karena menunjukkan roda pengerak sistemnya tidak berjalan
dengan baik, dan kami mengkhawatirkan tidak ada tim monitoring atas pelaksanaan
implementasi KLA maupun SRA.
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Tuban, Nur Khamid terkejut
ketika mendengar informasi tersebut. Pihaknya langsung memerintahkan jajaran di
bawahnya untuk memastikan hal itu.
"Selama ini saya belum dapat info, baru tadi dan saya
langsung memerintahkan Korbidcam maupun Kabidnya untuk menindaklanjuti,"
tukas Khamid.
Nur Khamid menegaskan, jika ada kelalaian dari pihak sekolah
karena mengeluarkan siswa tanpa rapor atau surat pindah, maka akan kita bina.
Intinya temuan ini akan ditindaklanjuti. [ali/ito]
http://bloktuban.com/2020/10/31/sikap-kpr-terhadap-anak-kelas-5-sd-yang-tak-bisa-pindah-sekolah/
Komentar
Posting Komentar