Respon Kunjungan Tim Bakorwil, KPR Sebut Sistem Perlidungan Anak di Kabupaten Tuban Carut Marut
Berita Baru, Tuban – Tsu Warti Direktur Koalisi perempuan
Ronggolawe (KPR) Tuban menyatakan, jika Bupati dan Bapak Wabup sepertinya harus
menelan pil pahit atas kerja OPD tentang carut marut sistem perlindungan anak di
Kabupaten Tuban.
Hal itu merespon, kunjungan monitoring dan evaluasi tim
Bakorwil Bojonegoro Rabu (30/06), sebab Perkawinan Usia Anak (PUA) di Tuban
meroket.
Ia mempertanyakan, semenjak sekian lama lahirnya Pusat
Pelayanan Terpadu (PPT) lalu diubah menjadi Pusat Pelayanan Terpadu Perlidungan
Perempuan dan Anak (P2TP2A) Baru kali ini Bakorwil turun gunung di Tuban.
Menurutnya, kunjungan itu dipicu Surat Edaran Gubernur No.
474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah
Kabupaten/Kota Jawa Timur.
“Data meroketnya PUA Kabupaten Tuban sepanjang tahun
2019-2020 tercatat 808 kasus dengan rincian 101 laki-laki dan 707 perempuan,”
ujarnya.
Ia menjelaskan, dari total 20 kecamatan ada tujuh Kecamatan
yang mengalami kenaikan kasus PUA.
Diantaranya Kecamatan Montong dari 45 menjadi 51 kasus,
Kecamatan Soko dari 26 menjadi 40 kasus, Kecamatan Semanding dari 16 menjadi 28
kasus, Kecamatan Palang dari 11 menjadi 73 kasus, Kecamatan Merakurak dari 8
menjadi 22 kasus, Kecamatan Kerek dari 4 menjadi 17 kasus dan Kecamatan
Jatirogo dari 8 menjadi 22 kasus.
Sedangkan angka dispensasi nikah bulan Januari-April 2021
sebanyak 1.513 perkara dengan rincian bulan Januari 355, Februari 377, Maret
404 dan April 377.
“Data yang dimiliki KPR sejak tahun 2004 hingga 2020 sudah
mendampingi perempuan dan anak korban kekerasan dengan total 1617 kasus. Dimana
setiap klien atau korban melalui tahapan seperti konseling kemudian
tahapan-tahapan yang lainya sampai litigasi. Hasil dari konseling rata-rata
kasus KDRT disebabkan karena mereka menikah diusia anak bahkan kasus kekerasan
Seksual KS juga disebabkan orangnya tuanya menikah diusia anak,” bebernya.
Menurut pandangannya, bahwa dinas yang bertanggung jawab
sepertinya kerja sendirian tidak melibatkan lintas sektor antara pemerintah dan
lembaga layanan serta tokoh masyarakat.
“Pemkab harusnya lebih memahami bahwa perkawinan anak
merupakan pelanggaran atas pemenuhan hak dan perlindungan anak yang diatur
dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlidungan Anak, Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang
Ratifikasi Konvesi Hak Anak dan PERMA Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman
Mengadili Dispensasi Kawin,” tandasnya.
Perlu diketahui juga, Gubernur Jatim telah mengeluarkan
Surat Edaran dengan nomor 474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan
Anak di Wilayah Kabupaten/Kota Jawa Timur pada tanggal 18 Januari 2021.
Berharap Bupati atau Walikota melakukan langkah-langkah
pencegahan perkawinan anak yang tertuang dalam surat tersebut diantaranya
mengajak multiskateholder (KUA, Kelurahan, Lembaga Layanan, OPD, tokoh
masyarakat, tohok agama) membuat komitmen pencegahan perkawinan anak,
sosialisasi tentang usai perkawinan dan kebijakan yang melidungi serta
memberikan pemenuhan hak anak.
“Adapun dalam PERMEN PPA Nomor 1 Tahun 2021 tentang Petunjuk
Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Dana Layanan Perlindungan
Perempuan dan Anak Tahun Anggaran 2021 pada pasal 6 butir a “pertemuan
koordinasi dan kerjasama lintas sector pencegahan KtPA dan TPPO. Tetapi Dinas
yang bertanggung jawab sepertinya abai terdadap beberapa regulasi yang
dimandatkan oleh Gubenur dan UU diatasnya,” kata Warti.
Dalam pandangannya, pada periode tahun 2019-2021
implementasinya P2TP2A sepertinya kurang pelibatan multistakeholder dalam
perencanaan, koordinasi ataupun evaluasi.
“Masih ingat pada hari Ibu tanggal 22 Desember 2020 hearing
di DPRD tuban tentang ‘Komitmen DPRD dan PEMDA terhadap implementasi PERDA
perlidungan perempuan dan anak’ Dinsos mengatakan tidak bisa melakukan rapat
koordinasi P2TP2A karena anggaran terpangkas untuk Covid-19. Padahal masa
pandemi Covid-19 segala bentuk pertemuan atau rapat dilakukan secara virtual.
Pertanyaannya adalah apakah itu hanya alasan belaka atau memang Dinsos ingin
bergerak sendiri dan mengabaikan aturan perundang-undangan? Kalau memang
demikian tidak heran jika situasi dan kondisi perlidungan perempuan dan anak di
Kabupaten Tuban semakin miris,” pungkasnya. (Mam/Wan)
https://tuban.beritabaru.co/respon-kunjungan-tim-bakorwil-kpr-sebut-sistem-perlidungan-anak-di-kabupaten-tuban-carut-marut/
Komentar
Posting Komentar