KPR Tuban dan Kemenkumham RI Sosialisasi Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2011 Tentang Bantuan Hukum
Tubankab - Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) bekerjasama
dengan Kemenkumham RI menyelenggarakan penyuluhan hukum didukung oleh
Pemerintah Desa Remen, Kecamatan Jenu di balai desa setempat, Selasa (12/10).
Dalam kegiatan tersebut, penyelenggara mengundang unsur RT,
RW, Muslimat, Pembantu Pegawai Pencatatan Nikah (P3N), Fatayat,
Ansor, Kopwan, Karang Taruna, BPD, PKH dan masyarakat setempat berjumlah
30 orang.
Panitia juga menghadirkan 2 orang narasumber, yaitu Ulfa
Imroatul Azizah, SH, Kasubag Dokumentasi dan Informasi Hukum Bagian Hukum Setda
Kabupaten Tuban dan Nunuk Fauziyah, MM selaku Direktur OBH KPR Tuban.
Ketua KPR Tuban, Suwarti, S.Pd. menyampaikan Penyuluhan
Hukum ini merupakan kegiatan KPR yang telah dipercaya oleh Kemenkumham RI sejak
2015 sampai sekarang sebagai pemberi bantuan hukum serta implementasi dari
Undang-Undang Nomor 16 tahun 2011 tentang Bantuan Hukum sebagai wujud dalam
memberikan kepastian hukum bagi masyarakat miskin, terutama perempuan dan anak
korban kekerasan.
Di Kabupaten Tuban, menurut Suwarti, juga sudah memiliki
Peraturan Daerah (Perda) Nomor 22 tahun 2018 tentang Bantuan Hukum Gratis Bagi
Masyarakat Miskin. Dengan adanya Perda tersebut Pemerintah Daerah diharapkan
dapat memberikan akses keadilan, mewujudkan hak konstitusional segala warga
negara sesuai dengan prinsip persamaan kedudukan di dalam hukum, untuk menjamin
kepastian penyelenggaraan bantuan hukum di wilayah Tuban.
"KPR Tuban telah terakreditasi KEMENKUMHAM RI Nomor
M.HH.07.02 Tahun 2018 dengan Akreditasi C Periode 2019-2021 yang mempunyai 4
Advokat dan 40 Paralegal yang sudah lolos mengikuti serangkaian pendidikan yang
tersebar di 20 kecamatan," terang Suwarti.
Dijelaskannya, program Bantuan Hukum dari KEMENKUMHAM RI
terdiri dari litigasi antara lain pidana, perdata dan TUN. Kegiatan non
litigasi meliputi penyuluhan hukum, pemberdayaan masyarakat, mediasi,
konsultasi, negosiasi, drafting dokumen, pendampingan luar pengadilan dan
penelitian hukum.
"Tahun 2004 hingga sekarang KPR telah berkontribusi
memberikan bantuan hukum kepada masyarakat, khususnya perempuan dan anak yang
telah menjadi korban kekerasan secara gratis. Kurun waktu 2004-2021 terjadi
1.624 kasus litigasi dan non litigasi. Kasus yang telah didampingi baik secara
litigasi maupun nonlitigasi antara lain KDRT, kekerasan anak, kekerasan
seksual, trafficking dan kekerasan dalam pacaran (KDP)," timpal perempuan
yang juga aktivis pergerakan itu.
Sementara itu, Kepala Desa Remen, Rusdiyono memberikan
apresiasi dan berterimakasih kepada Koalisi Perempuan Ronggolawe karena baru
pertama kali diadakan penyuluhan hukum.
Pihaknya mengaku, Masyarakat Desa Remen selama ini belum
mengetahui proses atau alur penyelesaian jika berhadapan dengan hukum.
"Kami berharap kegiatan ini dapat berkelanjutan dan
memberikan perlindungan bagi perempuan dan anak yang mengalami permasalahan
dengan hukum," ujar Kades Remen.
Pada sesi penyampaian materi, Ulfa Imroatul Azizah, SH
Kasubag Dokumentasi dan Informasi Hukum Bagian Hukum Setda Kabupaten Tuban
memaparkan, pada tahun 2018 Pemerintah Daerah dan DPRD Tuban telah menyusun
Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2018 tentang Bantuan Hukum bagi Masyarakat
Miskin. Perda ini mengatur tiga pihak yang diatur, yakni penerima bantuan hukum
(orang miskin), pemberi bantuan hukum (organisasi bantuan hukum) serta
penyelenggara bantuan hukum.
"Koalisi Perempuan Ronggolawe merupakan salah satu
lembaga pemberi bantuan hukum di Kabupaten Tuban yang bergerak pada isu
perempuan dan anak. Sejak diundangkan pada 2018, Bagian Hukum Pemerintah Tuban
belum bisa mengimplementasikan Perda dikarenakan Peraturan Bupati (Perbup)
masih ditahap drafting," terangnya.
Ia berharap, tahun ini terselesaikan sehingga Perda dapat
dilaksanakan dan dapat diakses oleh masyarakat Tuban. Bantuan hukum hanya dapat
diakses oleh warga yang mempunyai domisili di Kabupaten Tuban.
Pada sesi kedua, materi oleh Nunuk Faizuyah, MM selaku
Direktur OBH KPR Tuban bicara tentang alur penanganan dan pelaporan korban
kekerasan perempuan dan anak.
"Jenis kekerasan yang sering dilaporkan kepada KPR
yaitu berupa kekerasan fisik, psikis, seksual (pemerkosaan, pencabulan,
persetubuhan dan pelecehan seksual), penelantaran dan Kekerasan berbasis gender
online (KBGO)," sebut Nunuk.
Dari data pihaknya, temuan di lapangan ketika terjadi suatu
perkara atau masalah masyarakat selama ini melaporkan kepada tokoh desa,
seperti Ketua RT, RW, tokoh agama menjadi simpul dan tempat masyarakat
mengadukan permasalahannya.
"Alur bantuan hukum perempuan dan anak korban kekerasan
yang dilaporkan melalui telepon, datang sendiri atau penjemputan oleh paralegal
kemudian datang ke kantor KPR Tuban untuk mengisi form pengaduan sebagai
identitas dasar melakukan pendampingan," ia menceritakan.
Kemudian, masih kata Nunuk,
korban akan diberikan layanan konseling guna mengetahui kondisi klien
setelah mengalami kekerasan. Hasil konseling akan dilaporkan kepada tim
advokasi yang akan mendapat dua rekomendasi penyelesaian.
"Pertama penyelesaian secara litigasi (penyelasaian
perkara di dalam peradilan), baik pidana maupun perdata. Yang kedua secara non
litigasi (penyelesaian dii luar pengadilan) berupa konsultasi hukum, mediasi,
investigasi, dan negosisasi. Dalam pengajuan bantuan hukum klien mengajukan
permohonan tertulis atau lisan, melampirkan berkas perkara, kemudian melengkapi
administrasi," terangnya menjelaskan. (chusnul huda/hei)
https://tubankab.go.id/entry/kpr-tuban-dan-kemenkumham-ri-sosialisasi-undang-undang-nomor-16-tahun-2011-tentang-bantuan-hukum
Komentar
Posting Komentar